Sejarah Lampung
Indonesia merupakan negara kepulauan
yang berbentuk republic dengan jumlah pulau yang fantastic. Dengan memiliki
sekitar 13.466 pulau yang tercatat di PBB, Indonesia jadi memiliki begitu
banyak ragam suku dan budaya yang berbeda-beda disetiap daerahnya. Salah satu
pulau yang terbesar di Indonesia adalah pulau sumatera. Di pulau sumatera
terdapat beberapa provinsi. Salah satunya adalah provinsi Lampung. Bandar
Lampung merupakan salah satu Kota Di Indonesia yang tepatnya berada di ujung
pintu gerbang pulau sumatera, adat asli yang ada di Bandar Lampung ini adalah
Adat Lampung yang terdiri dari beberapa masyarakat adat suku lampung. Dalam
tulisan ini akan di jelaskan sedikit mengenai sejarah lampung.
Perkiraan sejarah suku bangsa
Lampung dimulai dari zaman Hindu animisme yang berlaku antara tahun pertama
Masehi sampai permulaan abad ke-16. Yang dimaksud dengan zaman Hindu di sini
ialah zaman masuknya ajaran-ajaran atau system kebudayaan yang berasal dari
daratan India termasuk Budhisme yang unsur-unsurnya terdapat dalam adat budaya
orang Lampung. Nampaknya pengaruh Hinduisme itu sangat sedikit yang dianut oleh
orang-orang Lampung, tetapi yang banyak adalah kepercayaan asli yang merupakan
tradisi dari zaman Malayo-Polinesia,yang serba bersifat animisme.
Nampaknya daerah ini sudah lama dikenal orang-orang luar sekurang-kurangnya pada masa permulaan tahun Masehi, ia merupakan tempat orang-orang lautan mencari hasil-hasil hutan. Hal ini terbukti dari ditemukannya berbagai jenis bahan keramik dari zaman Han (206 s.M. – 220 M), begitu pula bahan keramik dari masa post-Han (abad ke-3 sampai abad ke-7) dan seterusnya ditemukan pula bahan-bahan keramik Cina sampai masa keramik dari zaman Ming (1368–1643).
Menurut berita negeri Cina dari abad ke-7, dikatakan bahwa di daerah selatan terdapat kerajaan-kerajaan yang antara lain disebut To-lang, P’ohwang. Dengan mempersatukan kedua nama itu maka dijumpai kembali Tulangbawang, yang ditempatkan di Lampung. Sebenarnya letak bekas kerajaan ini yang tepat belum dapat diketahui dengan pasti, kita hanya dapat memperkirakan terletak di sekitar Way Tulangbawang, yaitu di kecamatan Tulangbawang (Menggala) di Kabupaten Lampung Utara bagian timur.
Apa
yang dikatakan rakyat sebagai peninggalan sejarah berupa bukit yang terletak di
rawa-rawa “bawang terbesu” di ujung kampong Unjung Gunung Menggala, yang
disebut bukit “kapal cina” dan “pulau daging” masih merupakan tanda Tanya
sejauh mana kebenaannya. Dikatakan bahwa kedua bukit itu adalah bekas kapal
cina yang hancur dan tempat mayat yang bergelimpangan akibat perang dengan
prajurit-prajurit Tulangbawang.
Masyarakat
Adat Lampung Saibatin mendiami wilayah adat: Labuhan Maringgai, Pugung, Jabung,
Way Jepara, Kalianda, Raja Basa, Teluk Betung, Padang Cermin, Cukuh Balak, Way
Lima, Talang Padang, Kota Agung, Semaka, Suoh, Sekincau, Batu Brak, Belalau,
Liwa, Pesisir Krui, Ranau, Martapura, Muara Dua, Kayu Agung, empat kota ini ada
di Provinsi Sumatera Selatan, Cikoneng di Pantai Banten dan bahkan Merpas di
Selatan Bengkulu. Masyarakat Adat Saibatin seringkali juga dinamakan Lampung
Pesisir karena sebagian besar berdomisili di sepanjang pantai timur, selatan
dan barat lampung, masing masing terdiri dari:
-Paksi Pak Sekala Brak (LampungBarat).
-Bandar Enom Semaka (Tanggamus)
-Bandar Lima Way Lima (Pesawaran)
-Melinting Tiyuh Pitu (Lampung Timur)
-Marga Lima Way Handak (Lampung Selatan)
-Pitu Kepuhyangan Komering (Provinsi Sumatera Selatan)
-Telu Marga Ranau (Provinsi Sumatera Selatan)
-Enom Belas Marga Krui (Pesisir Barat)
-Cikoneng Pak Pekon (Provinsi Banten)
Dengan
adanya tulisan ini, diharapkan kita sebagai warga Negara Indonesia khususnya
masyarakat provinsi lampung dapat melestarikan adat yang telah ada sejak zaman
dahulu kala. Mengapa kita harus melestarikan adat yang ada, karena jika kita
tidak melestarikan adat yang ada adat tersebut aaakan hilang seiring dengan
berkembanganya arus globalisasi.
Komentar
Posting Komentar